Kamis, 12 Januari 2012

Kisah Nabi Daud AS, Si Pengembala Kambing yang Jadi Pahlawan

Sejak kecil Daud adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT. Ia mengetahui keimanan kepada Allah SWT adalah hakekat kekuatan alam ini. Dalam perang, kemenangan baginya bukan semata-mata ditentukan canggihnya sistem persenjataan dan banyaknya jumlah pasukan.


Nabi Daud AS adalah keturunan yang ke 13 dari Nabi Ibrahim AS dari garis keturunan anaknya yang kedua yaitu Nabi Ishak. Beliau menjadi Raja menggantikan Thalut. Sedangkan di masa itu ada raja kafir yang bernama “Jalut.”


Sepeninggal Nabi Musa dan Nabi Harun, berlalulah tahun-tahun yang cukup panjang tanpa ada peristiwa mengejutkan. Bani Israel telah terusir dari negerinya disebabkan mereka ingkar terhadap kitab suci Taurat. Ketika itu mereka tidak lagi mengindahkan ajaran-ajaran kitab Taurat yang merupakan warisan ajaran Nabi Musa AS. Kitab Taurat telah hilang dan tercerabut dari dalam dada mereka.


Keadaan mereka sungguh tragis. Yang tersisa dari mereka hanyalah seorang wanita hamil yang hari-harinya dilalui dengan berdoa memohon kepada Allah SWT agar Dia memberinya seorang anak laki-laki dan menamainya Asymu’il, yang dalam bahasa Ibrani berarti “Allah SWT mendengar Doaku”.


Lalu anak laki-laki itu tumbuh menjadi dewasa. Ibunya mengirimkan dan menyerahkan kepada seorang lelaki saleh agar belajar kebaikan dan ibadah darinya. Anak lelaki itu pun berada dalam asuhan lelaki saleh itu. Pada suatu malam, ketika ia telah menjadi dewasa, dalam tidurnya ia mendengar suara datang dari sisi masjid. Ia bangun dalam keadaan ketakutan dan mengira bahwa gurunya memanggilnya. Lalu ia pergi menghadap gurunya dan bertanya. “Apakah Guru memanggilku?” sambil keheranan gurunya menjawab. “Ya, ya,” pasalnya ia tidak ingin anak asuhnya merasa ketakutan. Lalu ia pun tidur lagi.


Tak lama kemudian, suara itu pun datang lagi. Memanggil untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya hingga ia pun terbangun. Betapa terkejutnya. Saat ia melihat ternyata sumber suara tersebut mengaku sebagai Malaikat Jibril seraya berkata, “Tuhanmu telah mengutusmu kepada kaummu.”


Pada suatu hari, Bani Israel menemui Nabi yang mulia ini (Nabi Samuel, yang nama Aslinya, Asymu’il). Mereka bertanya. “Tidakkah kami orang-orang yang teraniaya?” dia menjawab, “Benar.” Mereka pun berkata, “Tidakkah kami orang-orang yang terusir?” lalu Nabi tersebut membenarkan. Kaumnya berkata lagi. “Kirimkanlah untuk kami seorang Raja yang dapat mengumpulkan kami di bawah satu bendera agar kami dapat berperang di jalan Allah SWT untuk mengembalikan tanah kami dan kemuliaan kami.”


Nabi Samuel berkata kepada mereka. “Apakah kalian yakin akan menjalankan peperangan jika diwajibkan berperang kepada kalian?” mereka menjawab, “Mengapa kami tidak berperang di jalan Allah SWT sedangkan kami telah terusir dari negeri kami. ”Nabi Samuel berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Thalut sebagai penguasa kalian.” Mereka berkata, “Bagaimana ia menjadi penguasa atas kami, sedangkan kami lebih berhak mendapatkan kekuasaan. Lagi pula ia bukan seorang yang kaya, sedangkan diantara kami ada orang yang lebih kaya daripadanya.”


Mendengar keberatan dari kaumnya, Nabi mulia itu pun berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah memilihnya atas kalian karena ia memiliki keutamaan dari sisi ilmu dan fisik. Dan Allah memberikan kekuasaan-Nya kepada siapapun yang Dia kehendaki.”


Mereka bertanya, “Apa tanda-tanda kekuasaan-Nya? Jika itu pilihan Allah, kami tidak dapat berbuat apa-apa. Tapi agar kami yakin, tunjukkanlah kepada kami suatu tanda?” Nabi mulia itu menjawab, “Baik, sesungguhnya Allah telah mengenal watak kalian yang keras kepala, Imanmu tidak di hati, tetapi di kelopak mata. Pergilah kalian ke padang sana. Kitab Taurat yang dirampas musuh kalian akan kembali kepada kalian. Kitab itu akan dibawa oleh para Malaikat dan diserahkan kepada kalian. Itulah tanda-tanda kekuasaan-Nya.”


Para pemuka Israel pun pergi ke padang yang ditunjuk Nabi mereka. Benar saja, di sana Mukjizat tersebut benar-benar terjadi. Di sana mereka melihat peti perjanjian kitab Taurat. Tak ada alasan lagi, mereka pun akhirnya menerima penunjukan Thalut sebagai Raja mereka.


Saat Pasukan Thalut Dibentuk


Tanpa menunggu lama, Thalut segera mempersiapkan diri, setelah pengangkatannya sebagai Raja, ia lalu memanggil putra-putra Israel yang cinta kemerdekaan untuk menjadi tentara. Ia membentuk sebuah pasukan tentara yang kuat untuk memerangi Jalut, yakni seorang penguasa yang gagah perkasa dan tak seorang pun yang dapat mengalahkannya.


Salah seorang dari tentara itu adalah Daud. Usianya masih belasan tahun. “Negara membutuhkan tenaga kalian, anak-anakku. Pergilah kalian berjuang membantu Raja Thalut. Tetapi kamu berdualah yang bertempur. Adapun adikmu, Daud, biarlah ikut untuk melayani keperluan kalian berdua. Ia akan membawa persediaan makanan untuk kalian, serta mengirim berita kepadaku!” kata Yusha, ayah Daud, berpesan kepada tiga orang putranya.


Maka pergilah ketiga bersaudara itu bergabung dengan tentara Raja Thalut. Sesuai dengan pesan ayahnya, Daud hanya berada di garis belakang.


Tentara Thalut sudah tersusun rapi, mereka terdiri dari para pemuda dan orang-orang pilihan yang kuat. Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai tanggungan, sebab hanya orang-orang seperti itulah yang dapat memusatkan diri pada pertempuran.


Berangkatlah pasukan itu ke medan perang. Mereka membawa segala macam senjata yang dapat dipergunakan untuk berperang. Tentara itu sangat sederhana jika dibandingkan dengan tentara Jalut yang jauh lebih maju. Sekalipun sudah menjadi tentara pilihan, Thalut ingin menguji ketaatan tentaranya pada perintahnya. Sebab masih ada orang-orang yang belum mau menerimanya sebagai Raja.


Tatkala hendak menyebrangi sungai, setelah berjalan dalam waktu yang cukup jauh dan melewati gurun dan Gunung sehingga mereka merasa kehausan, Thalut berkata, “Kita akan menyebrangi sungai itu. Ingatlah, tidak boleh minum air sungai itu lebih dari dua teguk, sekedar untuk membasahi kerongkongan. Barang siapa yang meminum air sungai itu sampai dahaga terobati, dia bukanlah tentaraku yang kupercaya. Kita memang sudah berjalan jauh, kita haus, sementara matahari sangat terik. Tetapi ingat, pertempuran yang akan kita hadapi lebih berat lagi daripada sekedar menahan haus. Kalau menahan haus saja kalian tidak sanggup, apalagi untuk memenangkan peperangan!”


Alangkah kecewanya Thalut, ketika tentaranya menyebrangi sungai, sebagian besar tidak mengindahkan larangannya, hanya sebagian kecil yang patuh. Sadarlah Thalut, kekuatannya tidak seperti yang dibayangkannya.


Namun jalan mundur sudah tidak ada, apapun yang terjadi, ia harus menjalankan kewajibannya. Biarpun tentaranya tinggal beberapa orang ia tetap bertekad untuk meneruskan peperangan. Thalut ingat akan kata-kata Nabi mereka, Allah akan selalu melindunginya, mengkaruniai kemujuran dan kemenangan.

Tidak ada komentar: